Anehnya Penegakan Hukum Kasus Kematian Brigadir Nurhadi, Cuma Wanita Muda yang Ditahan, Dua Perwira Malah Bebas
JAMBICARA - Kasus tewasnya Brigadir Muhammad Nurhadi di Lombok April lalu, baru heboh Juli ini. Polda NTB menetapkan 3 orang tersangka, yakni Kompol I Made Yogi Purusa Utama, Ipda Haris Candra, dan seorang wanita usia 23 tahun inisial MPS. Anehnya hanya MPS yang ditahan, dua orang lagi kini masih menghirup udara bebas.
Pada 27 Mei 2025 yang lalu, sidang etik pada dua perwira polisi itu telah dilakukan. Keduanya mendapatkan sanksi dipecat, yang jadi pertanda adanya kesalahan yang sangat fatal yang mereka lakukan.
Sebelum dipecat, Kompol Yogi menjabat Kasubbid Paminal Propam Polda NTB. Adapun Ipda Haris juga bertugas di Propam Polda. Korban Nurhadi merupakan bawahan mereka.
Pembunuhan diduga dilakukan di sebuah vila di Gili Trawangan, Lombok Utara, 16 April 2025.
"Dua orang tersangka kooperatif tiap hari melaporkan diri. Inisial M kenapa ditahan? Karena berdomisili di luar kota, tidak jelas alamatnya," kata Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat membuat alasan tak menahan dua orang mantan sejawatnya.
Bahkan, dia membuat pernyataan yang menyebut sangat yakin dua tersangka bekas polisi tersebut tidak akan menghilangkan barang bukti meski tak ditahan. Mereka juga dinilai tak akan mempengaruhi para saksi.
Yan Mangandar Putra, Kuasa Hukum MPS mengatakan, kliennya datang ke Lombok atas permintaan Kompol I Made Yogi. MPS diberi uang Rp 10 juta, tiket, dan akomodasi lainnya. Dia diminta untuk menemani mereka berpesta di sebuah villa mewah.
Yan Mangandar Putra menyebut tidak seharusnya MPS, wanita asal Jambi itu, dipersalahkan, bahkan ditahan sendirian.
“Dia datang atas ajakan Yogi, dalam kondisi fly karena ikut saja apa yang pelanggan minta. Tidak ada niat jahat waktu ke Lombok,” kata Yan.
Menurutnya, kondisi psikis MPS kini memburuk. Setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juni 2025, MPS kerap mengalami stres berat, bahkan sempat kerasukan saat hipnoterapi.
“Dia menyebut ada sosok besar, seperti raksasa tanpa wajah, yang melarang dia membuka cerita bagian malam itu,” ujar Yan lirih.
Yan meyakini ada tekanan psikologis dan mungkin juga tekanan dari pihak lain yang membuat MPS bungkam. “Dia bukan hanya takut pada Yogi, tapi juga mungkin pada pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah jaringan yang memperkerjakannya,” tutur Yan.
Penyidikan terus berjalan, namun Yan meminta agar publik melihat sisi kemanusiaan MPS, seorang anak yatim yang berjuang untuk mengubah kehidupan keluarganya.
Artikel ini diolah dari berbagai sumber.
Post a Comment